Purwakarta | Fokuslensa.com – Keadilan Restoratif (Restorative Justice) adalah penyelesaian perkara tindak pidana dengan melibatkan pelaku, korban, keluarga pelaku, korban dan pihak lain yang terkait untuk bersama-sama mencari penyelesaian yang adil dengan menekankan pemulihan kembali pada keadaan semula, dan bukan pembalasan.
Dalam Peraturan Kejaksaan Nomor 15 Tahun 2020 Tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif, terdapat sejumlah syarat dalam menerapkan Asas Keadilan Restoratif dalam suatu Kasus Pidana Umum.
Dalam konteks Kabupaten Purwakarta, penjabaran keadilan restoratif tersebut dapat diimplementasikan dengan Peraturan Bupati (Perbup) Purwakarta Nomor 70A Tahun 2015 Tentang Desa Berbudaya, yang mengatur tentang pedoman dalam penyelenggaraan pemerintahan desa yang berbasis budaya lokal dengan tujuan untuk meningkatkan kinerja pemerintahan desa yang berbasis budaya lokal.
Terkait Perbup tersebut, Bupati Purwakarta Anne Ratna Mustika, menjabarkan bahwa pemerintah desa mempunyai kewajiban dalam melakukan penataan kehidupan sosial kemasyarakatan yang meliputi pengembangkan budaya gotong royong melalui kegiatan kerja bakti, larangan penyelenggaraan kegiatan hiburan yang berpotensi menimbulkan keributan atau kericuhan.
“Selain itu, ada juga larangan untuk anak yang berusia di bawah umur yang dilarang mengendarai kendaraan bermotor. Ada juga aturan untuk masyarakat yang akan menikah harus menempuh proses pemeriksaan kesehatan, masyarakat dan pelajar wajib memiliki tanaman hewan peliharaan, anak usia sekolah wajib mengikuti pendidikan formal.
“Ada juga aturan untuk tamu yang wajib lapor kepada Ketua RT dan dilarang bertamu lebih dari pukul 21.00 WIB, pelarangan kegiatan yang berisi hasutan, fitnah, kebencian dan adu domba antar kelompok atau golongan yang berpotensi meruntuhkan persatuan, gotong-royong dan ketenteraman masyarakat, serta pelarangan penjualan dan penggunaan minuman beralkohol,” kata Ambu Anne dalam agenda kunjungan kerja Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum Kejaksaan Republik Indonesia di Kecamatan Kiarapedes, Purwakarta, Rabu 09 Februari 2022.
Dalam kesempatan tersebut, Penggagas Penyelesaian Kasus melalui Peraturan Budaya Desa, Kang Dedi Mulyadi juga memberikan pencerahan terkait Restorative Justice. Menurutnya, keadilan restoratif adalah kemampuan Jaksa mengasah kearifan lokal, dimana setiap daerah memiliki kearifan lokal dan harus diasah dalam mewujudkan keadilan. Sehingga masalah-masalah hukum yang dialami rakyat, dapat diselesaikan melalui kearifan atau adat istiadat.
Kata Kang Dedi, pemerintah desa wajib melakukan penataan meliputi, masyarakat dan pemerintah desa wajib memelihara dan melestarikan situ dan mata air, penebangan pohon dan tumbuhan tertentu harus mempunyai izin dari kepala desa, pelarangan kegiatan penambangan tanpa izin, pelarangan pengambilan air bersih untuk kepentingan komersial, pelarangan pengambilan ikan di selokan, sungai, dan situ dengan menggunakan alat atau bahan yang berbahaya, pelarangan pengambilan belut dan katak di sawah dengan menggunakan aliran listrik, pelarangan berburu burung, ular, tupai dan satwa
Keadilan Restoratif dalam Bingkai Desa Berbudaya
Keadilan Restoratif (Restoratif Justice) adalah penyelesaian perkara tindak pidana dengan melibatkan pelaku, korban, keluarga pelaku, korban dan pihak lain yang terkait untuk bersama-sama mencari penyelesaian yang adil dengan menekankan pemulihan kembali pada keadaan semula, dan bukan pembalasan.
Dalam Peraturan Kejaksaan Nomor 15 Tahun 2020 Tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif, terdapat sejumlah syarat dalam menerapkan Asas Keadilan Restoratif dalam suatu Kasus Pidana Umum.
Dalam konteks Kabupaten Purwakarta, penjabaran keadilan restoratif tersebut dapat diimplementasikan dengan Peraturan Bupati (Perbup) Purwakarta Nomor 70A Tahun 2015 Tentang Desa Berbudaya, yang mengatur tentang pedoman dalam penyelenggaraan pemerintahan desa yang berbasis budaya lokal dengan tujuan untuk meningkatkan kinerja pemerintahan desa yang berbasis budaya lokal.
Terkait Perbup tersebut, Bupati Purwakarta Anne Ratna Mustika, menjabarkan bahwa pemerintah desa mempunyai kewajiban dalam melakukan penataan kehidupan sosial kemasyarakatan yang meliputi pengembangan budaya gotong royong melalui kegiatan kerja bakti, larangan penyelenggaraan kegiatan hiburan yang berpotensi menimbulkan keributan atau kericuhan.
“Selain itu, ada juga larangan untuk anak yang berusia di bawah umur yang dilarang mengendarai kendaraan bermotor. Ada juga aturan untuk masyarakat yang akan menikah harus menempuh proses pemeriksaan kesehatan, masyarakat dan pelajar wajib memiliki tanaman hewan peliharaan, anak usia sekolah wajib mengikuti pendidikan formal.
“Ada juga aturan untuk tamu yang wajib lapor kepada Ketua RT dan dilarang bertamu lebih dari pukul 21.00 WIB, pelarangan kegiatan yang berisi hasutan, fitnah, kebencian dan adu domba antar kelompok atau golongan yang berpotensi meruntuhkan persatuan, bergotong-royong dan ketenteraman masyarakat, serta pelarangan penjualan dan penggunaan minuman beralkohol,” kata Ambu Anne dalam agenda kunjungan kerja Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum Kejaksaan Republik Indonesia di Kecamatan Kiarapedes, Purwakarta, Rabu 09 Februari 2022.
Dalam kesempatan tersebut, Penggagas Penyelesaian Kasus melalui Peraturan Budaya Desa, Kang Dedi Mulyadi juga memberikan pencerahan terkait Restoratif Justice. Menurutnya, keadilan restoratif adalah kemampuan Jaksa mengasah kearifan lokal, dimana setiap daerah memiliki kearifan lokal dan harus diasah dalam mewujudkan keadilan. Sehingga masalah-masalah hukum yang dialami rakyat, dapat diselesaikan melalui kearifan atau adat istiadat.
Kata Kang Dedi, pemerintah desa wajib melakukan penataan meliputi, masyarakat dan pemerintah desa wajib memelihara dan melestarikan situ dan mata air, penebangan pohon dan tumbuhan tertentu harus mempunyai izin dari kepala desa, pelarangan kegiatan penambangan tanpa izin, pelarangan pengambilan air bersih untuk kepentingan komersial, pelarangan pengambilan ikan di selokan, sungai, dan situ dengan menggunakan alat atau bahan yang berbahaya, pelarangan pengambilan belut dan katak di sawah dengan menggunakan aliran listrik, pelarangan berburu burung, ular, tupai dan satwa penjara yang kini sudah melebihi kapasitas.
“Alasan Kejaksaan membuat program keadilan restoratif ini karena melihat fenomena yang terjadi beberapa waktu lalu rasa keadilan itu kurang bisa diterima oleh masyarakat atau hati nurani, seperti ada orang tua yang mengambil handphone untuk anak sekolah atau seorang nenek yang mengambil singkong untuk makan harus di ajukan dalam persidangan,” demikian Yunan Harjaka.
( Tedi ronal )