Bandung Barat | Fokuslensa.com –
Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Pemuda Mandiri Peduli Rakyat Indonesia (PMPRI) Rohimat Joker angkat bicara dalam menanggapi isu pilkades di Kabupaten Bandung Barat serta mengkritisi Peraturan Bupati No.10 Tahun 2021, Rabu (17/11/21).
Belakangan, kritik banyak disampaikan para pihak terkait proses pemilihan bakal calon kepala desa beberapa waktu lalu heboh dengan adanya ketidak puasan atas keputusan yang terjadi dalam rangkaian Pilkades di Bandung Barat, tepatnya pada pemilihan bakal cakades ciptagumati kecamatan cikalong wetan.
Dalam hal ini, Ketua Umum PMPRI Rohimat Joker bersama Sekjen Anggi Dermawan M.Pd angkat bicara menyoroti rangkaian pilkades perihal Bakal Cakades Deris Taufik Hadian yang gugur secara cacat administrasi atas kelalaian Panitia Pemilihan Kepala Desa (PPKD) dalam proses pemilihan bakal calon yang marak menjadi sorotan media massa.
“Tak banyak juga torehan jasa yang tersisa dari bupati non aktif aa umbara selain kisah tentang korupsi, ditambah lagi keabu-abuanya cerita peraturan bupati No.10 tahun 2021. Dalam hal ini, pelaksanaan pilkades KBB yang membuat penyelenggara bertanggung jawab dan akuntabel serta membuat mereka harus tetap di jalur konstitusi”, ujar Joker dalam keterangan persnya, Rabu (17/11/21).
Joker menjelaskan, dalam proses pemilihan di ciptagumati seharusnya semua hak demokratik tidak berarti bila warga negaranya tak mempunyai pengetahuan dan ketrampilan guna menjalankan hak-hak partisipasinya, sebab sosialisasi dari penyelenggara mempunyai sifat-sifat pribadi yang dituntut bagi pelaksanaannya secara bertanggung jawab. Karena norma tertinggi demokrasi bukan jangkauan kebebasan atau jangkauan kesamaan, tetapi ukuran tertinggi partisipasi masyarakat dalam membangun daerah.
“Terdapat suatu permasalahan dalam rangkaian Pilkades di Desa Ciptagumati, perolehan nilai panitia mengakui adanya kesalahan tapi tetap berjalan sesuai perbup tapi pelaksanaanya tidak sepenuhnya sesuai perbup, calon atas nama Deris Taufik Hadian tidak memiliki pengalaman bekerja di LKD sehingga tidak masuk dalam nominasi menjadi calon kades ciptagumati padahal sudah lampirkan SK Karang Taruna”, terang Joker
Bahwasanya, alasan dari atas kelalaian panitia tidak dapat untuk di evaluasi dengan dalih Peraturan Bupati No.10 Tahun 2021 sehingga harus berjalan sesuai teknis, namun panitia juga adalah penyebab permasalahan dalam penyelenggaraan proses pemilihan bakal calon yang tidak sesuai pasal 35 Peraturan Bupati No.10 Tahun 2021 sehingga cacat administrasi.
Adapun batas usia pencalonan tidak sesuai dengan Undang-Undang Desa, dan pengalaman kerja yang menjadi salah syarat bakal calon kepala desa, tidak mesti sepenuhnya dari perangkat desa atau pengalaman kerja di instansi pemerintahan, namun yang terpenting ada pengalaman organisasi yang berhubungan dengan kepentingan kepemerintahan.
“Bahwa keputusan usia minimal 28 tahun untuk batas minimal calon kepala desa itu dasarnya dari mana? Undang-Undang Desa kah atau Peraturan Pemerintah atau Peraturan Menteri? Karna sejauh yang saya tahu, sampai saat ini bahwa usia minimal calon kepala desa itu 25 tahun sesuai yang tercantum dalam Undang-Undang Desa Nomor 16 Tahun 2014”, pungkasnya.
Menurutnya, peraturan yang mengancam stabilitas daerah tentunya sudah pasti tidak boleh ada. Tapi pemerintah juga tidak boleh tertutup dalam mengevaluasi dari sisi mana keberadaan Peraturan tersebut bertentangan dengan prinsip UU Desa, kalo memang demikian adanya kajian, coba keputusan hendaknya dipastikan bukan hanya melalui pemerintah dan aturan hukum serta prosedural yang berlaku, tapi menurut kajian dari para akademisi dan respon publik.
Hal senada juga disampaikan oleh Sekjen PMPRI Anggi Dermawan, dalam syarat pencalonan berpengalaman kerja di LKD sebagaimana tertuang dalam Perbup mempertanyakan dasar aturan serta persyaratan bekerja di LKD untuk semua calon kepala desa sehingga pihaknya mempertanyakan DPRD Komisi 1 dapat menganalisis lebih jauh dalam hal tersebut pasca pertemuan dengan kuasa hukum bakal cakades beberapa waktu lalu.
“Persoalan undangan dari komisi 1 aja belum ada kabar hingga saat ini, jangan sampai hal tersebut hanya sebagai strategi pengalihan opini publik untuk mementahkan pendapat kuasa hukum bakal calon yang dianggap tidak taat hukum, jadi apa yang kemarin itu bagian dari pemamfaatan lembaga legislatif untuk berpolemik soal status hukumnya di media massa. Yang jelas publik akan bingung dan pokok masalah utamanya, kasus hukumnya tidak menjadi fokus lagi”, tegas Sekjen PMPRI Anggi Dermawan M.Pd
Joker menambahkan, pihaknya akan mencari tahu siapa sosok di balik penyelenggaraan Pilkades tersebut, “Peraturan bupati untuk pemilihan bakal calon kepala desa itu dianggap sebuah tindakan revolusioner? ibarat anda tidur sebantal, mimpinya lain-lain. Ambisi politik tentu wajar saja, selama pandai menginsyafi batasan etika. Jika kalian (Para Pemangku Jabatan) tidak bisa membantu banyak orang, maka tegarlah untuk mendukung sesiapa yang bermanfaat bagi banyak orang. Jangan sampai kampanye berubah menjadi unjuk harta dan rakyat dikerdilkan sebatas suara”, pungkasnya
( Tedi ronal )