Purwakarta || Fokuslensa.com – Peresmian restoratif justice rumah ergze di desa kiarapedes kabupaten Purwakarta sekaligus pemaparan tentang pentingnya tindak pidana perkara Keadilan Restoratif (Restorative Justice) adalah penyelesaian perkara tindak pidana dengan melibatkan pelaku, korban, keluarga pelaku, korban dan pihak lain yang terkait untuk bersama-sama mencari penyelesaian yang adil dengan menekankan pemulihan kembali pada keadaan semula, dan bukan pembalasan.
Dalam Peraturan Kejaksaan Nomor 15 Tahun 2020 Tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif, terdapat sejumlah syarat dalam menerapkan Asas Keadilan Restoratif dalam suatu Kasus Pidana Umum.
“Ada juga aturan untuk pelarangan kegiatan yang berisi hasutan, fitnah, kebencian dan adu domba antar kelompok atau golongan yang berpotensi meruntuhkan persatuan, gotong-royong dan ketenteraman masyarakat, serta pelarangan penjualan dan penggunaan minuman beralkohol,”.
Menurut kepala kejaksaan tinggi jaksa agung republik Indonesia Burhanudin dalam kesempatan tersebut, Penggagas Penyelesaian Kasus melalui Peraturan penanganan kasus tindak perkara juga memberikan pencerahan terkait Restorative Justice. Menurutnya, keadilan restoratif adalah kemampuan Jaksa mengasah kearifan lokal, dimana setiap daerah memiliki kearifan lokal dan harus diasah dalam mewujudkan keadilan. Sehingga masalah-masalah hukum yang dialami rakyat, dapat diselesaikan melalui kearifan atau adat istiadat.
Keharmonisan secara kelurga terbentuk secara memberikan perlindungan kepada korban dan lainnya,sehingga jaksa penegak hukum harus lebih kepada keadilan penegakan hukum untuk menyelesaikan dalam suatu permaslahan.
Keadilan Restoratif tersebut berfungsi secara konkret dengan tidak memilah dan memandang secara ruang untuk menemukan keadilan restoratif secara positif.dan berharap kepada aparat penegak hukum khususnya jasa untuk bisa di terapkan secara adil,keadilan Restoratif (Restoratif Justice) adalah penyelesaian perkara tindak pidana dengan melibatkan pelaku, korban, keluarga pelaku, korban dan pihak lain yang terkait untuk bersama-sama mencari penyelesaian yang adil dengan menekankan pemulihan kembali pada keadaan semula, dan bukan pembalasan.ucapnya.
Dalam Peraturan Kejaksaan Nomor 15 Tahun 2020 Tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif, terdapat sejumlah syarat yang harus di lengkapi berkas – berkas dalam pelimpahan tindak pidana perkara dan tanpa memenuhi kreteria-kretiria yang tidak di lengkapi tidak bisa untuk di proses hukum dalam menerapkan Asas Keadilan Restoratif dalam suatu Kasus tindak Pidana Umum.
Dalam kontek penjabaran keadilan restoratif tersebut dapat diimplementasikan
sebagai keadilan bagi masyarakat dalam memulihkan secara keadilan untuk lebih di tingkatkan dalam penegakan hukum dalam menangani perkara.
Dalam kesempatan tersebut, Penggagas Penyelesaian Kasus melalui Peraturan restoratif justice, kepala kejaksaan tinggi republik Indonesia Burhanudin juga memberikan pencerahan terkait Restoratif Justice. Menurutnya, keadilan restoratif adalah untuk lebih memimanilisir dalam penangan kasus tindak pidana untuk lebih secara perdamaian dalam penangan kasus tersebut kemampuan dalam mewujudkan keadilan Sehingga masalah-masalah hukum yang di alami rakyat, dapat diselesaikan melalui kearifan secara restoratif justice.
“Alasan Kejaksaan membuat program keadilan restoratif ini karena melihat fenomena yang terjadi beberapa waktu lalu rasa keadilan itu kurang bisa diterima oleh masyarakat atau hati nurani, seperti ada orang tua yang mengambil motor untuk Biyaya persalinan istrinya untuk melahirkan yang di ajukan dalam persidangan,” jadi tidak perlu untuk di limpahkan,fungsi nya rumah ergze restoratif ini untuk demikian dalam penyelesaian permaslah itu sendiri,jadi silahkan pergunakan lah terlebih dahulu sebelum dilipahkan.pungkasnya
( Tedi ronal )