Banyuwangi – Fokus Lensa – Para pengemudi truk mengeluhkan adanya praktek pungutan liar (pungli) yang marak di Pelabuhan Ketapang, Banyuwangi, Jawa Timur, tepatnya di dermaga LCM, PT. ASDP. Para pengemudi truk merasa keberatan atas pembayaran tiket jeramba sebesar Rp. 4.000 (empat ribu rupiah) setiap kali masuk kapal untuk menyebrang ke Pelabuhan Gilimanuk, Bali. Menurut para pengemudi truk, mereka sudah membeli tiket yang ada kode barcodenya di loket PT. ASDP sesuai tarif golongan kendaraan masing-masing, yang telah disediakan sesuai aturan dari pihak PT. ASDP.
“Tapi koq masih ada lagi pembayaran tiket tambahan yang harus dibayar oleh pihak pengemudi truk di saat truk mau masuk ke dalam kapal?” ujar salah satu sopir truk mempertanyakan dan minta namanya dirahasiakan, Kamis, 26/03/2020.
Dan yang paling ironisnya, sambung narasumber itu, pihak pelaku pungli mengejar pengemudi truk ke dalam kapal, meminta uang tiket jeramba ke pengemudi dan saling cekcok mulut. Pengemudi bersihkeras menyampaikan bahwa dirinya sudah membayar kewajibanya sebagai pengguna jasa pelayaran sesuai tiket resmi yang ditetapkan pengelola pelabuhan.
Informasi yang dihimpun pewarta media ini, ternyata yang melakukan pungutan liar (tiket jeramba – red) tersebut adalah salah satu asosiasi yang bernama Serikat Pekerja Jasa Pelabuhan (SPJP) yang dipimpin oleh Jamhari selaku ketua. SPJP ini beranggotakan 48 orang. Informasi tersebut dikonfirmasi oleh I Made Cahyana Negara, selaku Dewan pembina SPJP, pada Senin malam (06/04/2020).
Saat awak media mengkonfirmasi ke Ketua SPJP, Jamhari, via telepon terkait legalitas pungutan tiket jeramba yang dikeluarkan oleh SPJP, Jamhari mengungkapkan bahwa dia sudah mendapatkan persetujuan ijin dari pihak ASDP (Angkutan Sungai Danau dan Penyeberangan). Bahkan kata Jamhari, pihaknya mempunya MOU atau perjanjian kerjasama dengan pihak ASDP Pelabuhan Ketapang, Banyuwangi.
Masuk dalam jajaran pengurus SPJP, antara lain kepala desa dan para pekerja jasa pelabuhan. Pihak asosiasi setiap bulannya memberikan kontribusi ke pihak Kepala Desa Ketapang sebesar Rp. 300.000 (tiga ratus ribu rupiah).
Menurut pengakuan Jamhari, ia mengatakan bahwa dirinya didampingi I Made Cahyana Negara, seorang anggota DPRD Banyuwangi, sebagai Dewan Pembina. “Saya didampingi Pak Made sebagai dewan pembina. Beliau selaku pembina di asosiasi yang saya pimpin yaitu salah satu anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Banyuwangi (DPRD),” kata Jamhari, 27 Maret 2020.
Selanjutnya, dia melanjutkan bahwa ia amat berharap kegiatan penarikan dana dari para sopir truk itu tidak dipermasalahkan. “Saya minta ke pihak media jangan sampai permasalahan ini mencuat ke publik terkait pungutan tiket jeramba. Dan jangan diutak-utik asosiasi yang saya pimpin ini karena asosiasi ini butuh pekerjaan untuk kebutuhan keluarga, saya mohon dengan hormat jangan diutak-utik lagi,” ujar Jamhari.
Sementara itu, Maneger Oprasional PT. ASDP Pelabuhan Ketapang Banyuwangi, Heru, mengaku terkejut saat dikonfirmasi tentang adanya praktek pungli tiket jeramba yang disebut Jamhari sudah disetujui pihak ASDP. “Pihak kami PT. ASDP tidak pernah memberikan ijin kepada asosiasi untuk melakukan pungutan tiket jeramba tersebut. Meskipun itu dilakukan di kawasan lingkungan PT. ASDP, namun pihak PT. ASDP tidak tahu-menahu,” ungkap Heru.
Heru menolak dikaitkan dengan kegiatan penarikan biaya Rp. 4.000,- dari setiap pengemudi truk yang melewati Pelabuhan Ketapang ke Gilimanuk. “PT. ASDP tidak tahu-menahu soal itu, apa lagi terkait pungli tiket jeramba, itu di luar tanggung jawab kami,” tegas Heru.
Pada saat yang sama, Heru juga menyampaikan bahwa pihak PT. ASDP Pelabuhan Ketapang melakukan penarikan atau pembelian tiket menggunakan tiket dengan sistem terpadu. “Pihak ASDP pernah menawari pihak asosiasi untuk masuk sebagai tenga kerja security,” imbuh Heru.
Pewarta media ini selanjutnya menghubungi Dewan Pembina asosiasi tersebut, I Made Cahyana Negara, melalui telepon, Jum’at, 17/04/20. Made menjelaskan bahwa memang benar tiket jeramba yang dikeluarkan asosiasi tersebut tidak ada surat perintah kerja dari pihak PT. ASDP sebagai legalitas resmi.
Dalam pengakuanya juga menyebutkan selaku Dewan Pembina di asosiasi, ia berharap bahhwa apabila pungutan liar tersebut ditiadakan/dihentikan pihaknya sangat setuju. “Saya setuju dihentikan pungli di Pelabuhan Ketapang, dengan catatan harus ada skema yang jelas dari pihak PT. ASDP dan dari Gabungan Pengusaha Pelayaran (GPP) untuk menggantikan penghasilan asosiasi tersebut, supaya pendapatanya legal,“ jelas I Made.
Berdasarkan hasil penelusuran media ini dari semua pihak yang terkait, diduga kuat adanya kong-kalikong terkait pungli antara pihak SPJP dengan oknum PT. ASDP dan oknum Kepala Desa Ketapang yang disebut-sebut Ketua Asosiasi Jamhari. Untuk diketahui bahwa Pelabuhan Penyebrangan Ketapang-Gilimanuk merupakan pintu keluar-masuknya kendaraan yang menuju Bali, Nusa Tenggara Barat, dan Nusa Tenggara Timur, dengan volume kendaraan ribuan per harinya.
Ketika awak media melanjutkan pengumpulan informasi dengan menemui para pengemudi/sopir truk yang tergabung dalam wadah Persatuan Sopir Seluruh Indonesia (PSSI) pada Kamis (09/04/20), mereka mengatakan sangat keberatan dan kecewa dengan adanya pungli tiket jeramba karena tidak sesuai dengan aturan PT. ASDP. Dan, terkait persoalan pungli ini, para pengemudi memohon kepada Kementerian Perhubungan (Kemenhub) Republik Indonesia segera menertibkannya.
“Kami semua berharap Kemenhub dapat segera menertibkan hal-hal yang tidak pada tempatnya, alias pungli ilegal, itu,” pungkas narasumber, seorang sopir truk bersama rekan-rekannya. (AMH/Sp72/Red)
_Keterangan foto: Kapal Roro pengangkut truk di Pelabuhan Ketapang, Banyuwangi_