PURWAKARTA,JAWA BARAT | Fokuslensa.com – Moal aya Kiwari Lamun Teu Aya Bihari ” demikian pepatah filosofis Sunda yang berarti : tidak akan ada masa kini kalau tidak ada masa lalu.
Dalam korelasinya dengan kesejarahan suatu bangsa atau wilayah, pepatah tersebut secara inklusif mendeskripsikan bahwa entitas sebuah bangsa dengan segala tatanan yang dimiliki hari ini, tidak lepas dari segala upaya yang telah dirintis oleh para pendahulu atau *The Founding Fathers*.
Terlebih lagi dengan adanya keberadaan NAMA yang hari ini melekat dengan segala atribut dan identitas suatu wilayah beserta masyarakat nya.
Nama adalah sebuah Do’a yang dimunajatkan oleh sang inisiator nya kepada Sang Maha Pemilik Kehidupan, agar pihak yang menyandang nama tersebut sepanjang eksistensinya dirahmati dengan segala kebaikan dari sang maha kuasa. Seperti halnya para orang tua menamai anak anak nya dengan didasari harapan agar sang anak senantiasa dirahmati di sepanjang hidupnya.
Begitu pun nama PURWAKARTA, terlahir dari seorang pemimpin sekaligus pemuka agama, yang disetiap waktunya terpanjat do’a yang khusyuk agar kota yang didirikannya ini senantiasa dirahmati oleh yang maha kuasa, dijauhkan dari segala marabahaya.
Sang inisiator itu adalah Dalem Sholawat atau R.A.A. Suria Winata, yang tentunya ketika menciptakan nama Purwakarta telah melalui proses konsultasi bersama para sesepuh pada waktu itu, terutama kepada Syekh Baing Yusuf, maha guru dari ulama ulama di nusantara.
Dalem Sholawat dan Syekh Baing Yusuf adalah saudara sepupu. Pada masa awal pendirian Purwakarta, keduanya berbagi peran dalam membangun Purwakarta.
Ayah dari Syekh Baing Yusuf, R. Aria Jayanegara adalah kakak dari ibunda Dalem Sholawat, R. Ayu Kendran. Keduanya merupakan putra dari R.A.A. Wiratanu Datar V / R. A.A. Muhiddin yang bernasab langsung ke Raja Pajajaran, Prabu Siliwangi.
Sementara kakek Dalem Sholawat, yang bernama R. Muhammad Thohir menikah dengan Ratu Syarifah, putri dari Pangeran Sageri / Shogiri yang merupakan Putra dari Sultan Ageng Tirtayasa keturunan dari Sunan Gunung Jati yang bernasab ke Rasulullah, Nabi Besar Muhammad SAW.
Tidaklah heran jika Dalem Sholawat memiliki kapasitas yang handal dalam dunia pemerintahan sebagai bupati, karena ia adalah keturunan dari Sri Baduga Maharaja, Prabu Siliwangi, dan ia pun mumpuni dalam ilmu keagamaan karena ia memiliki warisan darah Rasulullah SAW.
Dalem Sholawat adalah umaro sekaligus juga seorang ulama.
Atas kebesaran jasanya tersebut, sebagai pemberi nama PURWAKARTA serta sebagai perintis pembangunan Purwakarta, sekelompok masyarakat Purwakarta beberapa waktu lalu bernapak tilas menziarahi makam Dalem Sholawat di Kota Bogor.
Koordinator BELA PURWAKARTA, Aa Komara Cakradiparta menuturkan latar belakang ziarah bersejarah ini :
” Ziarah napak tilas yang diberi tema EKSPEDISI PURWACARITA ini, bertujuan untuk mendo’akan figur yang sangat berjasa bagi Purwakarta, yaitu Dalem Sholawat, di makam nya beliau di kota Bogor, kemudian bersilaturahmi dengan keturunan Dalem Sholawat sekaligus menggali informasi kesejarahan tentang beliau yang selama ini belum banyak diketahui oleh masyarakat Purwakarta”
Tim Ekspedisi Purwacarita mengunjungi Masjid Agung At-Thohiriyah yang merupakan Masjid Tertua Pertama di Bogor Raya ( sebelum adanya pemisahan Kabupaten dan Kotamadya Bogor ) yang didirikan kakek Dalem Sholawat, yang bernama R. Muhammad Thohir, seorang ulama besar pada masa nya. Makam Dalem Sholawat berada tidak jauh dari area masjid.
Masjid ini mengalami banyak pemugaran oleh Dalem Sholawat ketika menjabat sebagai Bupati Bogor.
Pada tahun 1849, R.A.A. Suria Winata / Dalem Sholawat dipindah tugaskan ke Bogor, setelah memimpin kabupaten Karawang yang beribukota di Purwakarta, di mana selain memberi nama ibukota tersebut juga merintis sejumlah pembangunan. Di antaranya membangun dan menata pusat mata air untuk keperluan irigasi dan kebutuhan lainnya, di antaranya Situ Buleud, Situ Kamojing, Solokan Gede. Kemudian membangun fasilitas pemerintahan, sarana publik, dan sejumlah infrastruktur lainnya serta tentunya meningkatkan kesejahteraan rakyat yang dipimpinnya.
Sekitar 21 tahun, Dalem Sholawat memimpin Purwakarta, yaitu mulai dari tahun 1828 ketika pusat ibukota masih di Wanayasa lalu pada tahun 1830 berpindah ke Sindang Kasih yang kelak berganti nama menjadi Purwakarta. Hingga akhirnya pada tahun 1849, Dalem Sholawat ditugaskan sebagai Bupati Bogor, kota asal beliau dan kakak sepupunya, yaitu Syekh Baing Yusuf.
Nama Purwakarta sendiri ditetapkan pada tanggal 20 Juli 1831 dalam sebuah besluit / surat keputusan yang kemudian menjadi dasar peringatan Hari Jadi Purwakarta hingga saat ini.
Salah satu fakta sejarah yang ditemukan pada ziarah napak tilas ini adalah ketika penetapan nama Purwakarta di tahun 1831 tersebut, Dalem Sholawat baru menginjak usia 20 tahun ( lahir 1811 – wafat 1872 ).
Sesuai keterangan dari Raden Muhammad Padmanegara, Ketua DKM Masjid Agung At-Thohiriyah yang merupakan Generasi Ke 7 dari Dalem Sholawat, seperti halnya Syekh Baing Yusuf yang menimba ilmu sedari kecil, Dalem Sholawat pun sedari usia dini sudah dipersiapkan / dibekali oleh orang tuanya mempelajari ilmu agama dan ilmu pemerintahan.
Dengan demikian pada Usia 20 tahun tersebut, Ia dipastikan telah menjadi seorang pemimpin sekaligus pemuka agama yang mapan secara keilmuan, hal ini ditunjang juga dengan keberadaan sosok pendamping, yaitu Syekh Baing Yusuf yang merupakan ulama besar pada masanya.
Fakta Sejarah lainnya bahwa Dalem Sholawat merupakan keturunan tokoh tokoh besar di Nusantara hingga ke Baginda Nabi Muhammad SAW.
Dari garis kakek ( R. Muhammad Thohir ) bernasab ke Dalem Cikundul / R. Aria Wira Tanu 1/ R. Jayasasana ( Pendiri Cianjur dan Bupati Pertama Cianjur ) putra dari R. Aria Wangsa Goparana ( Sunan Sagala Herang – Subang ) keturunan dari Prabu Pucuk Umun ( Raja Talaga – Majalengka ) cicit dari Prabu Siliwangi / Sri Baduga Maharaja ( Raja Pajajaran yang berpusat di Pakuan /Bogor )
Dari garis nenek ( Ratu Syarifah / Istri R. Muhammad Thohir ) bernasab ke Baginda Nabi Muhammad SAW.
Ratu Syarifah putri dari Pangeran Sageri/ Shogiri putra dari Sultan Ageng Tirtayasa ( Raja Banten ) keturunan dari Sultan Maulana Hasanudin ( Pendiri Kesultanan Banten ) putra dari Sunan Gunung Jati / Syarif Hidayatullah ( Cirebon ) putra dari Syarif Abdullah Mahmud Umdatuddin Sayyid Abdullah Al-Azmat Khan Al-Husaini ( Ulama, Pembesar di Mesir dan Sultan Champa, Vietnam – Syarif Abdullah ini banyak memiliki keturunan yang menjadi Sultan di sejumlah Negara, di antaranya di Pattani, Thailand, Kelantan, Malaka, Malaysia, termasuk di Nusantara ) beliau keturunan dari Sayyid Ali Jainal Abidin putra dari Sayidina Husein, cucu dari Rasulullah SAW melalui pernikahan putrinya, Sayidina Fatimah Az-Zahra dengan Sayidina Ali bin Abi Tholib.
Dengan demikian, Dalem Sholawat mewarisi darah Prabu Siliwangi baik dari sang kakek, R. Muhammad Thohir maupun dari sang nenek, Ratu Syarifah ( Ibunda dari Sunan Gunung Jati, Raden Ayu Rara Santang adalah putri dari Prabu Siliwangi ).
Berdasarkan dzurriyah nya tersebut, yang tersambung langsung ke Rasulullah SAW, serta peranannya dalam penyebaran agama Islam, Dalem Sholawat, oleh para jemaahnya diyakini sebagai salah satu Waliyullah.
Garis dzurriyah Keluarga Dalem Sholawat ke Rasulullah SAW semakin menguat manakala putrinya yang bernama Ratu Solihat menikah dengan Al Habib Abdullah bin Muhsin Al-Atthas, seorang ulama besar yang memiliki pengaruh di Nusantara.
Dari pernikahan putrinya ini, Dalem Sholawat memiliki banyak keturunan para Habib yang melanjutkan perjuangan dakwah Islam hingga sekarang termasuk oleh generasi ke 7 nya Dalem Sholawat dari salah satu putra beliau yang bernama Raden Muhammad Soleh Natadilaga, yaitu Raden Muhammad Padmanegara, pimpinan DKM Masjid Agung At-Thohiriyah yang melestarikan ajaran Dalem Sholawat dan memusatkan aktivitas syi’ar Islam di Masjid Bersejarah tersebut.
Ziarah Napak Tilas ini diharapkan memiliki *output* yang signifikan bagi pengetahuan kesejarahan serta menjadi Inspirasi Baru bagi Tatanan Peradaban Purwakarta selanjutnya.
Atas dasar ini, *Tim Ekspedisi Purwacarita* terdiri dari beragam elemen masyarakat yang berbeda latar belakang.
Di antaranya turut serta dalam Ziarah ini, sejarawan Purwakarta, Naurid Muhammad Rifa’i Ilyasa, S.Hum., yang belum lama ini meluncurkan buku *Pergolakan Tanam Paksa dan Berdirinya Purwakarta*.
Melalui ziarah napak tilas ini diharapkan dapat melengkapi data penelitian tentang *Sejarah Purwakarta*.
Beberapa Elemen Kepemudaan yang turut serta diantaranya dari XTC, Moonraker, Brigez, Banser, Generasi Pemuda Hijrah Purwakarta, dan para peminat Sejarah Purwakarta.
Aktivitas Ziarah Bersejarah ini diharapkan menjadi inspirasi bagi generasi muda untuk semakin tumbuh Rasa Bangga, Mencintai dan Memiliki terhadap Purwakarta dengan turut menjaga *Kondusifitas, Kenyamanan dan Kerukunan antar warga* serta fokus pada aktivitas positif – konstruktif yang dapat semakin mengangkat marwah Purwakarta ke derajat yang lebih tinggi, semakin bermartabat di kancah pergaulan domestik maupun internasional.
Peserta Ziarah lainnya terdiri dari perwakilan dari siswa SD, SMP, dan SMA. Sebagaimana tujuan dari ziarah ini, yaitu *Edukasi Kesejarahan*, melalui kehadiran para siswa ini diharapkan terciptanya *Kesadaran Sejarah Sejak Dini*, agar para siswa mengkhidmati jatidirinya sebagai warga Purwakarta dengan belajar mengenali sejarah para pendiri Purwakarta.
Upaya ini merupakan bagian dari Pendidikan Berkarakter atau *Nation and Character Building*.
Setelah para siswa faham tentang Sejarah Kotanya diharapkan selanjutnya mereka faham apa hal terbaik yang harus mereka dedikasikan sebagai warga Purwakarta, tentunya di antaranya dengan giat menimba ilmu agar bisa semakin memajukan Purwakarta di masa depan.
Sementara perwakilan dari pemerintahan yang turut serta dalam giat ziarah ini adalah Kapten Arm Amarudin, Danramil 1908/PWK.
Tim Ekspedisi Purwacarita dilepas keberangkatannya oleh Staf Ahli Bupati Purwakarta, H. Dani Abdurahman, S.H., M.H.
Kunjungan Ziarah Napak Tilas ini merupakan *Sejarah Baru Persahabatan Purwakarta – Bogor*, hal ini didasarkan keterangan dari Keluarga Dalem Sholawat, yang menginformasikan bahwa sepanjang sejarah keberadaan makam Dalem Sholawat, *sangat langka* sekali peziarah baik dari unsur pemerintahan maupun masyarakat Purwakarta.
Hal ini bisa dikarenakan kurangnya informasi tentang keberadaan makam Dalem Sholawat atau kurangnya upaya dalam menelusuri keberadaan makam sang pencipta nama dan pendiri Purwakarta.
Artinya, kehadiran kami mewakili 1 juta penduduk Purwakarta yang kemungkinan besar belum mengetahui informasi keberadaan makam Dalem Sholawat.
Semoga ini awal untuk mempererat kembali *Hubungan Bathin* warga Purwakarta dengan sang pendiri – perintis kota nya.
Untuk itu kami mengajak kepada para pembesar, stake holder, para tokoh publik, para Elit dan semua pihak yang telah menikmati kegelimangan jabatan, pangkat, kedudukan, semua pihak yang telah menikmati faedah materil maupun imateril dari kota yang bernama PURWAKARTA, agar di antara kesibukannya menyempatkan waktu berziarah ke Dalem Sholawat.
Dahulu, sholawat selalu dikumandangkan beliau tatkala bermunajat kepada yang maha kuasa agar kota yang disematkan nama dan dirintisnya ini menjadi sebuah hunian yang aman nyaman makmur sejahtera.
Kumandang Do’a dan Sholawat itu kini telah memberkahi Purwakarta, yang dihuni, disinggahi, tempat berteduh kita bersama saat ini.
Purwakarta menjadi sebuah kota yang tumbuh berkembang dan tentram sesuai makna PURWAKARTA itu sendiri PURWA = Awal, KARTA = Hidup /Tumbuh Berkembang.
Kota Purwakarta selama ini relatif aman dari marabahaya/ bencana yang dahsyat dan berkelanjutan.
Hal ini tidak terlepas dari do’a yang selalu dimunajatkan para pendiri dan para Waliyullah yang di setiap waktunya bermunajat untuk kebaikan Purwakarta hingga akhir zaman.
Kami juga menyampaikan amanat dari keluarga Dalem Sholawat, dalam waktu dekat akan digelar Haol ke 151 tahun wafatnya Dalem Sholawat, besar harapan seluruh jajaran FORKOPIMDA Kabupaten Purwakarta bersama unsur masyarakat Purwakarta dapat menghadiri Haol tersebut.
Ini juga tentunya berlaku bagi FORKOPIMDA dan masyarakat Bogor, notabene Dalem Sholawat bukan hanya *Icon Bersejarah* milik Purwakarta, beliau beserta leluhurnya termasuk bagian dari para pendiri Bogor.
Semoga dengan adanya ziarah dan silaturahmi ini dapat membuka potensi hubungan kerjasama Purwakarta – Bogor yang lebih luas, misalnya bisa dimulai dengan kegiatan *Study Tour* Siswa Purwakarta ke Bogor. Selain berziarah / belajar sejarah, siswa juga dapat mengunjungi destinasi wisata, keberadaan makam Dalem Sholawat berdekatan dengan Kebun Raya Bogor dan Istana Kepresidenan Bogor.
Keberadaan 2 Destinasi ini : Makam dan Masjid Agung Syekh Baing Yusuf di Purwakarta dan Makam Dalem Sholawat dan Masjid Agung At-Thohiriyah di Bogor, berpotensi menumbuhkan kerjasama timbal balik.
Kedua kota dapat menawarkan Jasa Perjalanan Wisata Religi Ziarah Syekh Baing Yusuf – Dalem Sholawat ( Purwakarta – Bogor ) dan sebaliknya, Ziarah Dalem Sholawat – Syekh Baing Yusuf ( Bogor – Purwakarta )
Tentunya ini akan menggerakan perekonomian ummat di kedua kota, memberikan manfaat bagi para pengusaha travel, pengusaha penyedia cinderamata/ souvenir, dan para pelaku umkm di sekitar lokasi ziarah.
Dengan membumikan SILATURAHMI akan selalu membuka jalan beserta peluang kebaikan kebaikan lainnya. Mari mulai lah kolaborasi Purwakarta – Bogor, dengan demikian berkah dari para leluhur akan selalu terasa, meskipun mereka telah tiada” pungkas Aa Komara.
Dalam *moment* ziarah ini, BELA PURWAKARTA, mewakili masyarakat Purwakarta, memberikan Piagam Penghargaan kepada Raden Muhammad Padmanegara perwakilan dari keluarga Dalem Sholawat. Piagam tersebut sebagai bentuk rasa terima kasih atas dedikasinya dalam melestarikan ajaran, peninggalan ( benda pusaka ), serta merawat makam Dalem Sholawat, Sang Pembuka Kisah Purwakarta.
Mugeni