Purwakarta | Fokuslensa.com – Seorang Sekretaris Desa (Sekdes) di Desa Cibingbin, Kecamatan Bojong, Kabupaten Purwakarta, seharusnya menjalin sinergi yang baik dengan jurnalis sebagai salah satu elemen penting dalam demokrasi. Media memiliki peran vital sebagai pilar keempat demokrasi, selain eksekutif, legislatif, dan yudikatif. Media juga menjadi sarana utama untuk menyampaikan informasi kepada masyarakat. Namun, tindakan seorang oknum Sekdes yang memblokir nomor salah satu wartawan ketika dimintai konfirmasi sangat disayangkan dan menuai kritik.
Sebagai jurnalis, tugas utama kami adalah menyampaikan fakta dan peristiwa yang terjadi kepada masyarakat, dengan selalu menjunjung tinggi kode etik jurnalistik. Dalam setiap pemberitaan, kami memastikan untuk mengonfirmasi informasi kepada pihak terkait sebelum menyajikannya kepada publik. Selain itu, media juga berperan sebagai pendukung transparansi pemerintah, membantu menciptakan pemerintahan yang cerdas, bijaksana, dan bersih.
“Melalui kebebasan pers, masyarakat dapat mengetahui berbagai peristiwa, termasuk kinerja pemerintah, sehingga tercipta mekanisme check and balance. Media sebagai pilar keempat demokrasi membantu memastikan kontrol terhadap kekuasaan dan masyarakat itu sendiri. Keberadaan media bertujuan untuk meningkatkan kualitas demokrasi,” ujar salah satu praktisi hukum, Heri Siswanto, S.H., M.H.
Heri menyayangkan sikap oknum Sekdes tersebut yang dinilai tidak menghargai peran media. Menurutnya, tindakan memblokir nomor wartawan menunjukkan kurangnya pemahaman terhadap fungsi pers dan aturan hukum yang berlaku.
“Tindakan seperti ini mencerminkan sikap alergi terhadap media, dan hal ini dapat berdampak buruk bagi citra Pemerintah Kabupaten Purwakarta. Jurnalis bekerja sesuai kode etik dengan mengonfirmasi informasi kepada pejabat terkait. Memblokir komunikasi seperti ini bukanlah tindakan yang bijak,” tambahnya.
Dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, dijelaskan bahwa pers adalah lembaga sosial dan wahana komunikasi massa yang melaksanakan kegiatan jurnalistik, meliputi mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi. Undang-Undang ini juga menegaskan pentingnya kebebasan pers untuk menjaga keterbukaan informasi publik.
“Jika ada pejabat, termasuk kepala desa, yang menghindari wawancara atau bahkan memblokir wartawan, itu menunjukkan ketidakpahaman terhadap Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 dan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (KIP). Sebagai pejabat publik, seharusnya mereka memanfaatkan peran pers untuk memberikan informasi yang transparan kepada masyarakat,” tegas Heri.
Ia menambahkan, pejabat yang bijak seharusnya menggunakan media sebagai corong untuk menyampaikan program-program pemerintah. Hal ini justru akan membantu meningkatkan pemahaman masyarakat terhadap kinerja pemerintah. “Jika digunakan dengan baik, media dapat menjadi mitra strategis untuk memperkuat hubungan antara pemerintah dan masyarakat,” tutupnya.
Kasus ini menjadi catatan penting bagi semua pihak, khususnya para pejabat publik, untuk lebih memahami peran pers dan pentingnya keterbukaan informasi.
( Tedi )