Lampung Timur – Fokuslensa.com – Persidangan ke-9 atas kasus perobohan papan bunga di PN Sukadana telah berlangsung Senin, 13 Juni 2022 kemarin. Agenda utama adalah pemeriksaan terdakwa dan mendengarkan keterangan saksi verbalisan atau penyidik.
Sidang yang dimulai sekitar pukul 10.30 wib itu, diawali dengan pemeriksaan terhadap Ketua Umum PPWI, Wilson Lalengke, S.Pd, M.Sc, MA bersama rekannya Edi Suryadi, SE (Ketua DPD PPWI Lampung) dan Sunarso (Ketua DPD NGO Lantai dan Pimred media lokal Lampung Timur, Lantainews.Com). Dari pantauan di persidangan, JPU diberi kesempatan pertama untuk bertanya kepada para pesakitan dalam kasus yang mendapat perhatian besar publik tersebut.
Pertanyaan JPU, Penasehat Hukum Wilson Lalengke, maupun Majelis Hakim mencakup cukup banyak hal, termasuk tujuan utama alumni PPRA-48 Lemhannas RI tahun 2012 dan rombongannya datang ke Polres Lampung Timur. Ketiga terdakwa terlihat tidak kesulitan memberikan keterangannya karena mereka sangat memahami tujuan dan segala rangkaian peristiwa yang terjadi sepanjang kunjungan pada Jumat, 11 Maret 2022, lalu.
Sesuatu yang cukup menarik adalah terkait pertanyaan JPU kepada Wilson Lalengke mengenai apakah yang bersangkutan merasa punya hak untuk merobohkan papan bunga yang bertuliskan selamat dan sukses kepada polisi yang menangkap oknum wartawan pemeras. Atas pertanyaan itu, lulusan pasca sarjana bidang Global Ethics dari Universitas Birmingham, Inggris, ini dengan tegas mengatakan bahwa sebagai pimpinan nasional dari organisasi PPWI yang mewadahi para wartawan dan pewarta warga di seluruh Indonesia dan di luar negeri, dia mempunyai kewajiban moral untuk melakukan tindakan preventif atas munculnya opini negatif terhadap wartawan.
“Sebenarnya tidak hanya saya yang dipertanyakan tentang hak merobohkan papan bunga yang melecehkan wartawan itu, tapi tanya jugalah kepada pemasang papan bunga apakah mereka punya hak memasang papan bunga semacam itu?” sergah Wilson Lalengke membalikkan pertanyaan itu ke JPU di persidangan, Senin, 13 Juni 2022.
Selain masalah perobohan papan bunga, Majelis Hakim terlihat fokus juga kepada sejarah lahirnya PPWI, legalitas PPWI, dan mekanisme pemilihan Ketua Umumnya, serta perbedaannya dengan PWI. Atas berbagai pertanyaan itu, Wilson Lalengke yang sudah memimpin PPWI selama 15 tahun menjawab dengan lancar dan lugas.
Sehubungan dengan keterangan dalam dokumen BAP-nya yang terlihat rancu di bagian kronologi kejadian, Wilson Lalengke menyatakan mencabut keterangannya yang tertuang di BAP Nomor 34 tentang kronologi kejadian. Dia beralasan bahwa dalam poin itu, dia merasa tidak mencantumkan beberapa nama yang pada saat kejadian dia belum kenal.
“Saya mencabut keterangan saya di nomor 34 Yang Mulia, karena beberapa nama yang ada dalam kronologi itu saya tidak kenal saat peristiwa itu terjadi, seperti Kasatreskrim dan Syarifudin. Bagaimana mungkin saya mengatakan bahwa saya mendorong papan bunga disaksikan Syarifudin? Saya tidak kenal dia, sehingga aneh jika saya ceritakan kronologi kejadian dengan menyebut namanya di BAP saya itu,” jelasnya sambil menyebutkan suasana yang terjadi saat penyidikan yang disebutnya ada pengarahan dari oknum penyidik Hendra Abdurahman.
Sementara itu, pada sidang sesi ke-2 usai makan siang dan sholat Zuhur, dihadirkan dua penyidik dari Polres Lampung Timur dalam kapasitas sebagai saksi verbalisan. Mereka adalah Kanit Tipidter, IPDA Meidy Hariyanto, S.H., M.H. dan Kanit Tipikor, IPDA Hendra Abdurahman, S.Sos, M.H.
Saat Hendra Abdurahman ditanyakan soal beberapa keterangan para saksi yang berbeda dengan pengakuan mereka di persidangan, Hendra bersikeras bahwa apa yang ada dalam BAP adalah sesuai informasi yang diberikan saksi-saksi saat di-BAP. Ketika didesak PH Wilson Lalengke, Advokat Daniel Minggu, S.H, tentang mengapa bisa berbeda antara isi BAP dengan keterangan di pengadilan, Majelis Hakim langsung memotong pembicaraan Advokat Daniel Minggu dan sibuk menjelaskan bahwa majelis hakim berkewajiban menanyakan kepada saksi di persidangan apakah saksi akan menggunakan keterangan di BAP atau keterangan di pengadilan.
“Jadi itu tidak perlu dipersoalkan atau dibahas dengan saksi verbalisan ini, karena saat saksi bersaksi di persidangan, majelis berkewajiban menanyakan saksi itu apakah mau pakai keterangan di BAP atau di persidangan,” kata hakim Diah Astuti, S.H., M.H.
Menanggapi hal tersebut, Daniel Minggu mengatakan bahwa benar majelis hakim berhak untuk hal itu. Namun masalahnya, akibat keterangan di BAP saksi yang dibantah di pengadilan itu, ada orang yang teraniaya dipenjarakan. “Jadi yang mulia, persoalan yang saya tidak bisa pahami adalah akibat keterangan saksi di BAP, yang kemudian dibantah di persidangan, klien saya masuk penjara, sehingga hal seperti ini harus ada yang bertanggung jawab,” timpal Advokat kelahiran Kalimantan itu.
Merespon hal tersebut, Ketua Majelis Hakim, Diah Astuti, menjawab enteng bahwa hal itu hanya persepsi PH saja. “Itu khan persepsi Saudara, pendapat Saudara ya, silahkan saja, nanti tuangkan dalam pledoi Saudara. Kami Majelis Hakim sudah mencatat juga, dan kami sudah menanyakan ke saksi saat mereka hadir di persidangan,” imbuh Diah Astuti yang menjabat sebagai Wakil Ketua PN Sukadana itu.
Dari banyak hal menarik di persidangan kali ini, PH mempersoalkan juga tentang penerapan Pasal 170 KHUP subsider 406. Menurut Advokat Daniel Minggu ada hal yang janggal pada penerapan Pasal 170 KUHP tentang kekerasan subsider 406 KUHP tentang pengrusakan. Ia mempertanyakan bahwa penerapan Pasal 170 itu dimaksudkan supaya Wilson Lalengke dan kawan-kawan bisa ditahan karena ancamannya 5 tahun lebih. Nah, apabila itu tidak terpenuhi unsurnya, maka subsider (diganti) Pasal 406.
Menjawab hal itu, saksi verbalisan Meidy Hariyanto menjawab bahwa itu bukan subsider, tapi “dan/atau”. Ketika ditunjukkan bukti kata subsider di dokumen BAP, dengan gampang dia menjawab salah ketik. “Itu salah ketik, di dokumen berkas saya pakai kata dan/atau,” ujar Meidy Hariyanto.
Melihat perdebatan itu, Majelis Hakim tidak merespon apa-apa. Termasuk saat JPU memprotes Advokat Daniel Minggu yang terus mempertanyakan siapa yang merobah kata “dan/atau” menjadi subsider. “Apakah mungkin dirobah di kejaksaan?” ujar Daniel yang langsung mendapat reaksi bantahan dari JPU Mochamad Habi Hendarso, S.H., M.H.
Dalam teori dan penerapan hukum, jelas Daniel Minggu, kata subsider dan frasa dan/atau memiliki pengertian dan konsekwensi berbeda. Subsider diartikan bahwa jika Pasal pertama, misalnya 170 KUHP, tidak terpenuhi unsurnya, maka diganti dengan Pasal 406 KUHP. Sementara frasa dan/atau dimaknai kedua pasal itu bisa digunakan keduanya, juga bisa salah satunya.
Ketika hal itu ditanyakan kepada saksi Meidy Hariyanto, lagi-lagi Majelis Hakim menyela dengan mengatakan bahwa hal itu seharusnya ditanyakan kepada ahli. “Dari awal saya ingatkan bahwa penyidik ini dihadirkan sebagai saksi verbalisan, bukan saksi ahli. Jadi, harus dibedakan ya. Namun terserah saksi, apakah mau dijawab atau tidak pertanyaan dari penasehat hukum ini,” kata Diah Astuti, yang langsung dijawab oleh Meidy Hariyanto dengan mengatakan menolak untuk menjawab.
Sebelum sidang ditutup, Ketua Tim PH Wilson Lalengke, Advokat Ujang Kosasih, S.H., meminta ketegasan Majelis Hakim dalam menyikapi para saksi fakta yang memberikan keterangan bohong di pengadilan. Namun, lagi dan lagi, Ketua Majelis Hakim, Diah Astuti, S.H., M.H., dengan _santuy_ (santai) mengatakan bahwa itu pendapat PH saja. “Itu kan pendapat Saudara penasehat hukum. Sekali lagi saya jelaskan itu menjadi kewenangan Majelis Hakim yang akan dituangkan dalam putusan. Dilihat saja nanti di putusan Majelis Hakim ya,” ujar Diah Astuti.
Merespon penjelasan itu, Advokat Ujang Kosasih menjawab, “Lah, itu fakta persidangan Yang Mulia, bukan pendapat saya, ada beberapa saksi yang memberikan keterangan bohong di persidangan ini,” tegas advokat dari Baduy, Banten, itu.
Saat dimintai tanggapannya atas hasil persidangan hari Senin, 13 Juni 2022 ini, terdakwa Sunarso hanya tersenyum kecut sambil berujar kok bisa yaa BAP yang salah ketik membuat orang masuk sel. “Herannya, salah ketik di BAP itu terlihat seperti biasa saja oleh Majelis Hakim ya, hehe. Ada-ada saja hukum kita,” kata Pimred media online Lantainews.Com yang ikut tersangkut perkara perobohan papan bunga tersebut walau hanya karena ikut melepas tali pengikat papan bunga berisi pelecehan terhadap wartawan yang direbahkan itu, Selasa, 14 Juni 2022.
Sidang berikutnya direncanakan berlangsung pada Kamis, 16 Juni 2022 lusa dengan agenda pembacaan tuntutan dari JPU. (TIM/Red)