JAKARTA – Fokus Lensa – (19/2) – Pakar Hukum Ahli Pidana, Prof. Suparji Ahmad menilai rancangan UU Omnibus Law tidaklah aspiratif, dikarenakan menurutnya banyak steackhoulder tidak diajak terlibat pembahasan.
Demikian ungkapnya menyampaikan pada wartawan usai sesi diskusi publik digelar tim Pokja bidang hukum Majelis Nasional KAHMI bertajuk,’Kontroversi Omnibus Law,’ di Sekretariat Pusat KAHMI Jakarta Selatan. Rabu (19/2).
Sepertinya, menurut Suparji kalau bapak Presiden ini seolah ‘pasang target’, timpalnya.
“Semua serba cepat. Hingga akhirnya itu banyak salah-salah. Nah, salah-salah itu pun masih misterius. Sebetulnya itu yang dimauin atau salah ketik kesalahan draft kemarin,” ujar Suparji.
Sementara, Suparji pun turut mengakui dari sisi prosedural tidak aspiratif. Kemudian, subtansi banyak yang hanya sekadar ambil sana sini. Lalu, dari sisi solusinya tidak mampu menyelesaikan persoalan dihadapi bangsa ini.
Namun, dalam hal ini tidak bisa diabaikan suatu opini bahwa sebetulnya ada suatu arus besar tentang modal besar yang ingin masuk ke Indonesia, tuturnya.
“Lalu, dikemas dalam bentuk Cipta Kerja. Tapi formulasi tentang Cipta Kerja sendiri belum secara jelas, dan semua diambil-ambil Undangan-Undang Halal, Jaminan Halal, Undangan-Undang Pers, Undang-Undang ini diambil. Ini menurut saya juga pola tidak komprehensif,” paparnya.
Sementara itu, di lokasi turut angkat bicara serta berikan komentar, salah seorang Politisi, bapak M.Hatta Taliwang menegaskan, ini nampak ibarat semacam sekeranjang resep dituangkan untuk pasien sedang kurang sehat atau sudah sakit berat, sindirnya.
“Karena obat-obat sebelumnya kurang mampu, kurang mujarab. tengok saja semisalnya, ‘Tax Amnesty’ gagal, ‘Paket Kebijakan Ekonomi’ yang sampai 16 biji (buah) itu juga tidak merubah apa-apa,” timpalnya mengingatkan.
Lantaran itulah, Kemuka mantan anggota DPR RI Fraksi PAN itu menengarai kalau ini mungkin ‘obat terakhir’. Jadi sebelum pasiennya pingsan atau apa gitu.
“Jadi ini keadaannya seperti itu. Sehingga Rizal Ramli sudah prediksi bahwa keadaannya terlalu berat. Kondisi ekonomi ini susah nolongnya,” jelas M. Hatta.
Menurutnya, mungkin karena apalagi ‘tebal’ begitu yah. . Pembahasannya itu pasti panjang dan bertele-tele.
“Kecuali yang punya paket itu mau borongan. Wallohu ‘alam, bisa lebih cepat..,” tuturnya.
Lanjut M.Hatta menegaskan bahwa jadi sebenarnya bukan itu soalnya. Inti persoalannya ialah penegakan hukum dan juga Kepercayaan Internasional.”Lalu, bagaimana dia percaya kalau orang hilang disini (seperti) kasus (Harun) Masiku ngga ketemu. Itu penegakan hukum dimata dunia…??,” cetusnya
“Ditambah juga, kasus Novel Baswedan, itukan indikasi dunia bagaimana hukum di Indonesia. Itu persoalan hukum sebenarnya, ” kata M. Hatta.( Sony Sp)